Breaking

Rabu, 03 Juli 2019

Sistem Pemerintahan Indonesia (Pemerintahan tingkat Desa)


(Dok Pribadi - Piliihan Kades Serentak Kab Malang)
Sistem pemerintahan Indonesia memang berjenjang. Ada pemerintahan pusat, Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten dan kota, dibawahnya ada pemerintahan kecamatan dan ada lagi Desa atau kelurahan yang berada di bawah kecamatan. Memang ada beberapa perbedaan dari setiap jenjang tersebut untuk menjadi pemimpin di masing masing tingkat pemerintahan. Misalnya, untuk pimpinan pemerintah pusat atau presiden dipilih oleh rakyat langsung. Demikian juga di tingkat provinsi, pimpinannya (Gubernur) juga dipilih langsung oleh masyarakat. Hal yang sama pimpinan tingkat Kabupaten yaitu seorang Bupati dan di kota seorang walikota juga dipilih langsung oleh masyarakat. Tapi di tingkat kecamatan, menjadi berbeda karena seorang camat ditunjuk langsung dari Bupati atau Walikota. Sedangkan di bawahnya Camat, kalua di kota namanya Lurah dipimpin seorang lurah yang juga langsung ada penunjukan. Nah..tapi untuk tingkat Desa atau kepala Desa dilakukan melalui pemilihan Kepala Desa secara langsung oleh masyarakat. Pada dasarnya, system Pemerintahan Desa merupakan miniature Sistem Pemerintahan Indonesia. Karenda di Desa ada pimpinan yang dipilih langsung oleh masyarakat desa. Ada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) yang fungsinya mirip mirip dengan DPR.

Bisa disebut juga, bahwa system pemerintahan terbawah atau paling dasar di Indonesia adalah pemerintahan desa. Tidak terlalu berlebihan juga, kalau pemerintahan desa merupakan cerminan pemerintah Indonesia. Karena sekian banyak pemerintahan desa dan kelurahan bergabung menjadi satu sebagai negara Indonesia. Satu diantara system pemerintahan di desa yang harus dilaksanakan adalah pemilihan Kepala Desa. Hampir sama juga dengan pesta Demokrasi Indonesia. Di desa begitu meriahnya pesta Demokrasi pemilihan Kepala Desa, sehingga semua warga masyarakat Desa berbondong bondong dating ke TPS untuk memilih Kepala desanya. Kalau kita cermati lebih jauh, ada hal hal yang menarik yang bisa kita lihat dalam proses demokrasi pemilihan Kepala Desa ini. Karena peta perpolitikan desa ditentukan oleh berapa banyak calon Kepala desa yang akan mencalonkan diri sebagai kepala desa. Yang namanya  Pesat Demokrasi, tentu saja ramai dan hiruk pikuk, meski hanya di tingkatan desa. Dalam kondisi semacam ini, masyarakat terpecah pecah untuk sementara sesuai dengan pilihan masing masing. Belum lagi biaya yang dikeluarkan untuk pesta demokrasi tingkat desa ini juga cukup fantastis untuk ukuran demokrasi desa. Apalagi kalau calon kepala desa bisa lebih dari tiga, tentu lebih ramai lagi perhelatan lima tahun sekali di tingkat desa ini. Meski di tingkatan desa tapi inilah cerminan sistem pemerintahan Indonesia secara keseluruhan. Lebih ramai lagi dengan adanya para pejudi atau bandar taruhan pilihan kepala desa. Karena dengan kehadiran mereka ini, bisa mengubah wajah perpolitikan pilihan Kepala desa. Bagaimana tidak??? Dengan kehadiran mereka, adakalah calon yang kemarin diunggulkan menang, bisa jadi kalah. Sebagai contoh, jika seorang bandar atau pejudi P1 menjagokan si Calon kepala desa A dengan posisi perkiraan menang tipis dari calon kepala desa B. Tapi kemudian datang si pejudi P2 menjagokan calon Kepala Desa B. Karena pejudi P2 ingin supaya calon Kepala Desa B menang, maka tidak segan segan Pejudi P2 menggelontorkan dan yang cukup besar untuk kemananan calon Kepala desa B. Maka dengan demikian, pejudi ini juga bisa ikut menentukan kemenengan seorang calon kepala desa. Tentu saja ini sangat merugikan desa yang bersangkutan. Karena mestinya desa tersebut mendapatkan kepala desa yang berkualitas dari pilihan rakyat langsung. Tapi dengan hadirnya pejudi, maka pejudi menjadi ikut menentukan siapa kepala desa yang bersangkutan. Tentu hal ini tidaklah baik. Bagi kelangsungan hidup demokrasi di tingkat desa. Padahal ini adalah bibit atau akar, dari demokrasi negara kita.

Karena itu, kemarin tgl 30 Juni 2019 di Kabupaten Malang, diadakan Pemilihan Kepala desa serentak. Satu diantara tujuan dilakukanya pemilihan kepala desa serentak ini adalah untuk menghindarai adanya perjudian atau pasar taruhan di ajang pemilihan kepala desa. Dengan adanya pemilihan kepala desa serentak ini, pejudi akan kebingungan untuk bermain judi. Ini berbeda jika, pemilihan kepala desa dilakukan satu persatu. Maka pejudi akan terus mengikuti dan ikut memainkan judi atau pasar taruah di setiap desa pada waktu pilihan kepala desa. Tapi kalau serentak, maka pejudi atau petaruh hanya punya satu kesempatan saja untuk membuka pasar taruhan. Dan ini tentu saja mempersempit gerak para pejudi. Bagaimanapun juga, di setiap pesat demokrasi ada permainan permainan uang, meski itu mungkin di satu sisi sebagai hal yang wajar dalam artian masih sulit untuk dihindari. Selain para pejudi, sang calon sendiripun kadangkala memainkan politik uang baik yang secara vulgar kesepakatan maupun sembunyi sembunyi. Vulgar kesepakatan misalnya, semua calon kepala desa sepakat memberikan uang saku pada pemilih sepuluh ribu rupiah kepada setiap pemilih (sebagai uang ganti bekerja), karena di hari itu, biasanya masyarakat pada ijin tidak masuk kerja. Nahh supaya tidak merugikan masyarakat, akhirnya masing masing calon memberikan uang saku pada pemilih. Nah yang sembunyi sembunyi ini yang sering kali tidak terdeteksi. Yaaahhhhh namanya juga pesta demokrasi, pasti memerlukan biaya. Itulah bagian dari sistem pemerintahan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar