(Dok Pribadi - Piliihan Kades Serentak Kab Malang)
Sistem pemerintahan Indonesia memang berjenjang. Ada
pemerintahan pusat, Pemerintahan Provinsi, Pemerintahan Daerah Kabupaten dan
kota, dibawahnya ada pemerintahan kecamatan dan ada lagi Desa atau kelurahan
yang berada di bawah kecamatan. Memang ada beberapa perbedaan dari setiap
jenjang tersebut untuk menjadi pemimpin di masing masing tingkat pemerintahan.
Misalnya, untuk pimpinan pemerintah pusat atau presiden dipilih oleh rakyat
langsung. Demikian juga di tingkat provinsi, pimpinannya (Gubernur) juga
dipilih langsung oleh masyarakat. Hal yang sama pimpinan tingkat Kabupaten
yaitu seorang Bupati dan di kota seorang walikota juga dipilih langsung oleh
masyarakat. Tapi di tingkat kecamatan, menjadi berbeda karena seorang camat
ditunjuk langsung dari Bupati atau Walikota. Sedangkan di bawahnya Camat, kalua
di kota namanya Lurah dipimpin seorang lurah yang juga langsung ada penunjukan.
Nah..tapi untuk tingkat Desa atau kepala Desa dilakukan melalui pemilihan
Kepala Desa secara langsung oleh masyarakat. Pada dasarnya, system Pemerintahan
Desa merupakan miniature Sistem Pemerintahan Indonesia. Karenda di Desa ada
pimpinan yang dipilih langsung oleh masyarakat desa. Ada BPD (Badan
Permusyawaratan Desa) yang fungsinya mirip mirip dengan DPR.
Bisa disebut juga, bahwa system pemerintahan terbawah
atau paling dasar di Indonesia adalah pemerintahan desa. Tidak terlalu
berlebihan juga, kalau pemerintahan desa merupakan cerminan pemerintah
Indonesia. Karena sekian banyak pemerintahan desa dan kelurahan bergabung
menjadi satu sebagai negara Indonesia. Satu diantara system pemerintahan di
desa yang harus dilaksanakan adalah pemilihan Kepala Desa. Hampir sama juga
dengan pesta Demokrasi Indonesia. Di desa begitu meriahnya pesta Demokrasi
pemilihan Kepala Desa, sehingga semua warga masyarakat Desa berbondong bondong
dating ke TPS untuk memilih Kepala desanya. Kalau kita cermati lebih jauh, ada
hal hal yang menarik yang bisa kita lihat dalam proses demokrasi pemilihan Kepala
Desa ini. Karena peta perpolitikan desa ditentukan oleh berapa banyak calon Kepala
desa yang akan mencalonkan diri sebagai kepala desa. Yang namanya Pesat Demokrasi, tentu saja ramai dan hiruk
pikuk, meski hanya di tingkatan desa. Dalam kondisi semacam ini, masyarakat
terpecah pecah untuk sementara sesuai dengan pilihan masing masing. Belum lagi
biaya yang dikeluarkan untuk pesta demokrasi tingkat desa ini juga cukup
fantastis untuk ukuran demokrasi desa. Apalagi kalau calon kepala desa bisa
lebih dari tiga, tentu lebih ramai lagi perhelatan lima tahun sekali di tingkat
desa ini. Meski di tingkatan desa tapi inilah cerminan sistem pemerintahan
Indonesia secara keseluruhan. Lebih ramai lagi dengan adanya para pejudi atau
bandar taruhan pilihan kepala desa. Karena dengan kehadiran mereka ini, bisa
mengubah wajah perpolitikan pilihan Kepala desa. Bagaimana tidak??? Dengan kehadiran
mereka, adakalah calon yang kemarin diunggulkan menang, bisa jadi kalah. Sebagai
contoh, jika seorang bandar atau pejudi P1 menjagokan si Calon kepala desa A
dengan posisi perkiraan menang tipis dari calon kepala desa B. Tapi kemudian datang
si pejudi P2 menjagokan calon Kepala Desa B. Karena pejudi P2 ingin supaya
calon Kepala Desa B menang, maka tidak segan segan Pejudi P2 menggelontorkan
dan yang cukup besar untuk kemananan calon Kepala desa B. Maka dengan demikian,
pejudi ini juga bisa ikut menentukan kemenengan seorang calon kepala desa. Tentu
saja ini sangat merugikan desa yang bersangkutan. Karena mestinya desa tersebut
mendapatkan kepala desa yang berkualitas dari pilihan rakyat langsung. Tapi
dengan hadirnya pejudi, maka pejudi menjadi ikut menentukan siapa kepala desa
yang bersangkutan. Tentu hal ini tidaklah baik. Bagi kelangsungan hidup
demokrasi di tingkat desa. Padahal ini adalah bibit atau akar, dari demokrasi
negara kita.
Karena itu, kemarin tgl 30 Juni 2019 di Kabupaten Malang,
diadakan Pemilihan Kepala desa serentak. Satu diantara tujuan dilakukanya
pemilihan kepala desa serentak ini adalah untuk menghindarai adanya perjudian
atau pasar taruhan di ajang pemilihan kepala desa. Dengan adanya pemilihan
kepala desa serentak ini, pejudi akan kebingungan untuk bermain judi. Ini berbeda
jika, pemilihan kepala desa dilakukan satu persatu. Maka pejudi akan terus
mengikuti dan ikut memainkan judi atau pasar taruah di setiap desa pada waktu
pilihan kepala desa. Tapi kalau serentak, maka pejudi atau petaruh hanya punya
satu kesempatan saja untuk membuka pasar taruhan. Dan ini tentu saja
mempersempit gerak para pejudi. Bagaimanapun juga, di setiap pesat demokrasi
ada permainan permainan uang, meski itu mungkin di satu sisi sebagai hal yang
wajar dalam artian masih sulit untuk dihindari. Selain para pejudi, sang calon
sendiripun kadangkala memainkan politik uang baik yang secara vulgar
kesepakatan maupun sembunyi sembunyi. Vulgar kesepakatan misalnya, semua calon
kepala desa sepakat memberikan uang saku pada pemilih sepuluh ribu rupiah
kepada setiap pemilih (sebagai uang ganti bekerja), karena di hari itu,
biasanya masyarakat pada ijin tidak masuk kerja. Nahh supaya tidak merugikan
masyarakat, akhirnya masing masing calon memberikan uang saku pada pemilih. Nah
yang sembunyi sembunyi ini yang sering kali tidak terdeteksi. Yaaahhhhh namanya
juga pesta demokrasi, pasti memerlukan biaya. Itulah bagian dari sistem pemerintahan
Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar