Breaking

Kamis, 13 Juni 2019

Kuda Putih Sang Kyai sampai Dzul Jannah kuda putih Sayyidina Hussein

(Dok Pribadi - Sedang Merumput )
Kuda putih sang kyai  sampai Dzul Jannah kuda putih Sayyidina Hussein. Dua kuda ini sempat membuat hati saya terhenyak. Pertama tentang kuda putih yang membuat saya kaget.  Waktu itu sesudah subuh dimana suasana masih agak gelap, karena masih sekitar jam 5 kurang di pagi hari. Apalagi di sekitar lokasi masih ada pohon pohon rindu malam/trembesi yang sangat besar besar usia puluhan bahan ratusan tahun. Ditambah lagi pohon pohon kecil yang sudah sangat rimbun daunnya. Meski sudah ada lampu hias di sekitar lokasi, tapi namanya lampu hias tentu saja tidak seterang matahari kalau sudah bersinar. Waktu itu saya pulang dari sholat subuh di masjid dekat alun alun (tepatnya sebelah barat alun alun). Dari depan masjid saya berbelok ke kanan berjalan menuju jalan sisi selatan alun alun. Dari depan ada sesosok putih yang berjalan menuju saya. Saya kira, orang yang sedang berjalan sehingga saya tetap saja di jalur yang sama. Hitung hitung saya bisa bersilaturahmi kalau waktu berpapasan. Tapi begitu sudah dekat, saya kaget minta ampun dan langsung lompat ke kanan. Karena ternyata sesosok tadi bukanlah orang seperti yang saya perkirakan, tapi kuda yang sebagian tubuhnya berwarnah putih. Sehingga sepintas lalu seperti orang memakai baju koko warna putih. Apalagi jalur jalan kami pas berhadap hadapan(sehingga yang terlihat bukan kuda dengan 4 kakinya tapi hanya dua kaki depanya, sementara kaki belakang tertutup kaki depan. Jadi seperti orang yang berjalan). Dalam hati saya berkata, kuda siapa ini jam masih subuh sudah jalan jalan di alun alun. Jalan sendirian lagi, tidak ada tuannya. Tapi yang membuat saya lebih heran lagi, meski saya lompat ke kanan karena kuuuaaaget, si kuda malah nyantai saja terus belok kanan masuk alun alun yang penuh rumput hijau. Sepertinya dia sudah terbiasa bertemu manusia dalam kondis dadakan seperti itu, sementara akunya yang kaget bertemu kuda dadakan hehehe (beberapa hari kemudian di waktu agak siang, saya lihat ternyata si kuda ini merumput di alun alun).

Masih dalam perasaan yang kaget q teruskan perjalanan pulang. Suasana memang masih agak gelap. Q juga masih terus berpikir, kuda siapa itu tadi. Q jadi teringat, tokoh masyarakat depan rumah khan punya kuda. Tapi setahu saya, kuda beliau kalau keluar pasti ada yang damping, ga pernah dibiarin keluar sendirian. Sementara kuda yang barusan saya temui, tampilannya nyantai saja seperti sudah terbiasa dengan kondisi kota bangkalan dan jalan jalanya di sekitar alun. Sepertinya si kuda sudah hafal betul seluk beluknya sekitar alun alun. Q semakin penasaran, q sempatkan mengamati rumah besar di depan rumah tinggal saya yang milik tokoh masyarakat itu. Tapi ternyata, semua pintu tertutup rapat, dan pintu kandang kuda juga masih tertutup rapat. Jadi Kuda siapa yang tadi bikin q  kaget tadi. Untuk menghilangkan rasa penasaraku q cerita sama beberapa orang tetangga. Satu diantara tetangga saya bilang  “ohhh itu jarane kyaine (ohhhhh itu kuda putih sang kyai)”, sambil menunjuk ke arah pondok pesantren pak Kyai. Dalam hati saya langsung ngeh “ehmmm pantes, kudanya nyantai bener gak giras waktu bertemu orang atau kendaraan motor dan mobil yang melintas di sekitarnya. Seperti orang biasa saja jalannya, nyantai”. Sekali lagi, kuda putih sang kyai sampai Dzul Jannah kuda Sayyidina Hussein ini benar benar menyita perhatian saya di pagi hari itu. Bagaimana tidak???? pagi pagi di tengah tengah kota muncul sosok kuda putih yang penampilanya cool Calm Confidence hehehe sepertinya kalau dalam penampilan manusia sehari hari hari kuda ini low profile hehehe.

Habis mendapat jawaban itu, pikiran saya jadi teringat beberapa hal. Diantaranya tentang posisi kuda dalam filsafat jawa. Jadi dalam filsafat jawa, seorang laki laki bisa dikatakan sempurna kalau bunya beberapa hal. Satu diantaranya adalah Turangga (Bahasa jawa Kuda). Dalam filsafat ini, kuda tidak hanya sekedar diartikan secara harfiah sebagai tunggangan/kendaraan. Tapi diartikan dalam makna yang luas. Kuda dimaknakan sebagai sesuatu yang dapat membawa tuannya/pemiliknya kemana saja. Sehingga symbol kuda/turangga ini bisa berarti luas. Bisa juga berarti ilmu. Karena ilmu bisa membawa pemiliknya kemana saja yang dimau pemiliknya. Selain teringat filsafat jawa, saya juga jadi teringat tentang cerita “Dzul Jannah” kuda putih gagah perkasa milik Sayyidina Hussein (cucu baginda Rasul yang sekaligus putra Sayyidina Ali). Kuda Dzul Jannah ini adalah kuda kesayangan baginda Rasul yang dihadiahkan ke Sayyidina Hussein. Di perang Karbala, Sayyidina Hussein tersungkur roboh bermandikan darah. Melihat tuannya jatuh tersungkur di tanah, Dzul Jannah langsung sigap melindungi Sayyidina Hussein dengan mengitari tubuh Tuannya. Sehingga setiap orang atau kuda yang mendekat pasti akan binasa karena kibasan ekor dan hentakan dan sepakan kaki kaki perkasa Dzul Jannah. Sampai akhirnya tidak ada satupun yang berani mendekat. Menyadari kondisi Syyidina Hussein yang terluka parah, Dzul Jannah mendekati kepala beliau dan mengusap usapnya dengan kepalanya. Kemudian, Sayyidina Hussein memerintahkan Dzul Jannah untuk pergi. Sesaat sesudah mendengar perintah Tuannya, Dzul Jannah mengeluarkan suara menejerit dan melengking keras dan lari pergi masuk ke tenda wanita dan anak anak. Sejak saat itu, tidak ada lagi yang melihat Dzul Jannah. Kuda putih sang kyai dan Dzul Jannah kuda Sayyidina Hussein.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar