(Dok Pribadi - Sedang Merumput )
Kuda putih sang kyai sampai Dzul Jannah kuda putih Sayyidina
Hussein. Dua kuda ini sempat membuat hati saya terhenyak. Pertama tentang kuda
putih yang membuat saya kaget. Waktu itu
sesudah subuh dimana suasana masih agak gelap, karena masih sekitar jam 5
kurang di pagi hari. Apalagi di sekitar lokasi masih ada pohon pohon rindu
malam/trembesi yang sangat besar besar usia puluhan bahan ratusan tahun. Ditambah
lagi pohon pohon kecil yang sudah sangat rimbun daunnya. Meski sudah ada lampu
hias di sekitar lokasi, tapi namanya lampu hias tentu saja tidak seterang
matahari kalau sudah bersinar. Waktu itu saya pulang dari sholat subuh di
masjid dekat alun alun (tepatnya sebelah barat alun alun). Dari depan masjid saya
berbelok ke kanan berjalan menuju jalan sisi selatan alun alun. Dari depan ada
sesosok putih yang berjalan menuju saya. Saya kira, orang yang sedang berjalan
sehingga saya tetap saja di jalur yang sama. Hitung hitung saya bisa bersilaturahmi
kalau waktu berpapasan. Tapi begitu sudah dekat, saya kaget minta ampun dan
langsung lompat ke kanan. Karena ternyata sesosok tadi bukanlah orang seperti
yang saya perkirakan, tapi kuda yang sebagian tubuhnya berwarnah putih.
Sehingga sepintas lalu seperti orang memakai baju koko warna putih. Apalagi jalur
jalan kami pas berhadap hadapan(sehingga yang terlihat bukan kuda dengan 4
kakinya tapi hanya dua kaki depanya, sementara kaki belakang tertutup kaki
depan. Jadi seperti orang yang berjalan). Dalam hati saya berkata, kuda siapa
ini jam masih subuh sudah jalan jalan di alun alun. Jalan sendirian lagi, tidak
ada tuannya. Tapi yang membuat saya lebih heran lagi, meski saya lompat ke
kanan karena kuuuaaaget, si kuda malah nyantai saja terus belok kanan masuk
alun alun yang penuh rumput hijau. Sepertinya dia sudah terbiasa bertemu
manusia dalam kondis dadakan seperti itu, sementara akunya yang kaget bertemu
kuda dadakan hehehe (beberapa hari kemudian di waktu agak siang, saya lihat
ternyata si kuda ini merumput di alun alun).
Masih dalam perasaan yang kaget q teruskan perjalanan
pulang. Suasana memang masih agak gelap. Q juga masih terus berpikir, kuda
siapa itu tadi. Q jadi teringat, tokoh masyarakat depan rumah khan punya kuda.
Tapi setahu saya, kuda beliau kalau keluar pasti ada yang damping, ga pernah
dibiarin keluar sendirian. Sementara kuda yang barusan saya temui, tampilannya
nyantai saja seperti sudah terbiasa dengan kondisi kota bangkalan dan jalan
jalanya di sekitar alun. Sepertinya si kuda sudah hafal betul seluk beluknya
sekitar alun alun. Q semakin penasaran, q sempatkan mengamati rumah besar di
depan rumah tinggal saya yang milik tokoh masyarakat itu. Tapi ternyata, semua
pintu tertutup rapat, dan pintu kandang kuda juga masih tertutup rapat. Jadi Kuda
siapa yang tadi bikin q kaget tadi. Untuk
menghilangkan rasa penasaraku q cerita sama beberapa orang tetangga. Satu diantara
tetangga saya bilang “ohhh itu jarane
kyaine (ohhhhh itu kuda putih sang kyai)”, sambil menunjuk ke arah pondok
pesantren pak Kyai. Dalam hati saya langsung ngeh “ehmmm pantes, kudanya
nyantai bener gak giras waktu bertemu orang atau kendaraan motor dan mobil yang
melintas di sekitarnya. Seperti orang biasa saja jalannya, nyantai”. Sekali lagi, kuda putih sang kyai sampai Dzul Jannah kuda Sayyidina Hussein ini benar benar menyita perhatian saya di pagi hari itu. Bagaimana tidak???? pagi pagi di tengah tengah kota muncul sosok kuda putih yang penampilanya cool Calm Confidence hehehe sepertinya kalau dalam penampilan manusia sehari hari hari kuda ini low profile hehehe.
Habis mendapat jawaban itu,
pikiran saya jadi teringat beberapa hal. Diantaranya tentang posisi kuda dalam
filsafat jawa. Jadi dalam filsafat jawa, seorang laki laki bisa dikatakan
sempurna kalau bunya beberapa hal. Satu diantaranya adalah Turangga (Bahasa jawa
Kuda). Dalam filsafat ini, kuda tidak hanya sekedar diartikan secara harfiah
sebagai tunggangan/kendaraan. Tapi diartikan dalam makna yang luas. Kuda
dimaknakan sebagai sesuatu yang dapat membawa tuannya/pemiliknya kemana saja. Sehingga
symbol kuda/turangga ini bisa berarti luas. Bisa juga berarti ilmu. Karena ilmu
bisa membawa pemiliknya kemana saja yang dimau pemiliknya. Selain teringat
filsafat jawa, saya juga jadi teringat tentang cerita “Dzul Jannah” kuda putih
gagah perkasa milik Sayyidina Hussein (cucu baginda Rasul yang sekaligus putra
Sayyidina Ali). Kuda Dzul Jannah ini adalah kuda kesayangan baginda Rasul yang
dihadiahkan ke Sayyidina Hussein. Di perang Karbala, Sayyidina Hussein
tersungkur roboh bermandikan darah. Melihat tuannya jatuh tersungkur di tanah,
Dzul Jannah langsung sigap melindungi Sayyidina Hussein dengan mengitari tubuh
Tuannya. Sehingga setiap orang atau kuda yang mendekat pasti akan binasa karena
kibasan ekor dan hentakan dan sepakan kaki kaki perkasa Dzul Jannah. Sampai akhirnya
tidak ada satupun yang berani mendekat. Menyadari kondisi Syyidina Hussein yang
terluka parah, Dzul Jannah mendekati kepala beliau dan mengusap usapnya dengan
kepalanya. Kemudian, Sayyidina Hussein memerintahkan Dzul Jannah untuk pergi.
Sesaat sesudah mendengar perintah Tuannya, Dzul Jannah mengeluarkan suara
menejerit dan melengking keras dan lari pergi masuk ke tenda wanita dan anak
anak. Sejak saat itu, tidak ada lagi yang melihat Dzul Jannah. Kuda putih sang
kyai dan Dzul Jannah kuda Sayyidina Hussein.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar