Breaking

Kamis, 04 Juli 2019

Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Keputusan MK

(Dok Pribadi - Ilustrasi)
Sistem pemerintahan Indonesia Pasca Keputusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentu saja tidak akan berubah, tetap Republik Demokratis. Yang berubah adalah peta perpolitikan di Indonesia. Karena keputusan Mahkamah Konstitusi yang tetap memenangkan Jokowi Ma’ruf Amin dan menolak semua gugatan Paslon Prabowo Sandi sebagai lanjutan dari Pilpres 2019 di Indonesia, adalah juga bagian dari konsekwensi sistem Pemerintahan Indonesia yang dipilih masyarakat Indonesia sendiri. Karena itu, demi system pemerintahan yang sudah disepakati dipilih oleh pendiri bangsa, maka apapun keputusan MK (Mahkamah Konstitusi), harus dihormati semua pihak. Meskipun realitasnya, keputusan itu tentu saja tidak akan bisa memuaskan semua pihak yang bersengketa dalam perhelatan Pilpres Indonesia di 2019 ini. Karena itu, yang terpenting adalah pasca keputusan MK ini, kedua pihak harusnya melakukan langkah langkah seperti apa. Apakah kedua calon dan pendukungnya melakukan rekonsiliasi aktif “membagi posisi dan jabatan” bersama sama dari kedua pasangan calon dan pendukungnya pada pilpres kemarin. Atau rekonsiliasi pasif yaitu tetap pada posisi masing masing seperti saat ini. Sehingga calon dan partai pendukung yang tidak terpilih, tetap sebagai oposisi(meski dari dulu banyak yang menyatakan bahwa di negeri ini tidak dikenal yang namanya partai oposisi). Tapi realitasnya menunjukan ada sikap sikap yang identic sebagai oposan dalam perpolitikan di negeri ini. Nah… memilih jalan rekonsiliasi aktif atau rekonsiliasi pasif, tentu saja tergantung dari masing masing partai politik. Karena itu adalah haknya partai politik masing masing.

Meski demikian, banyak yang menginginkan supaya Paslon 02 dan partai pendukungnya sebaiknya mengambil posisi rekonsiliasi pasif. Artinya tetap saja pada posisi saat ini. Apakah mungkin rekonsiliasi pasif dilakukan oleh paslon 02 dan pendukungnnya?. Jawabnya sangat mungkin. Dalam Rekonsiliasi pasif, menuntut bertemunya/silaturahmi elite kedua pihak sebagai symbol bahwa keduanya tidak ada rasa dendam dan keduanya adalah sebagai anak bangsa yang siap membuat dan membangun negeri ini lebih maju (hanya ini saja point pertemuannya). Tidak ada yang lain, sekali lagi tidak ada yang lain, apalagi sampai bagi bagi kekuasaan dan jabatan. Pertemuan ini sangat penting untuk menunjukan dan menyejukan suasana pasca pilpres yang suhu dan tekanan politiknya sangat tinggi. Sesudah pertemuan ini dihelat, maka kedua pihak harus komitment kembali ke posisi masing masing. Yang jadi terpilih untuk memerintah dan melaksanakan pembangunan bangsa, ya harus komit dan konsisten bener bener membangun dan memajukan bangsa. Bukan merugikan bangsa ini di masa yang akan datang, karena itu, diperlukan keseriusan mereka untuk mensejahterakan masyarakat. Jangan main main kekuasaan atau aji mumpung. Mentang mentang berkuasa, kemudian memainkan kekuasaanya semaunya untuk kepentingan pribadi dan golongan. Karena bagaimanapun juga, kekuasaan itu cenderung korup. Korup di bidang kekuasaanya itu sendiri ataupun korup di sisi financial dan regulasi atau kebijakan. Karena beberapa kali mereka yang masuk atau menjadi elite dalam system pemerintahan Indonesia tidak tahan godaan ini sehingga korup. Nah harapan kita, dalam system pemerintahan Indonesia pasca keputusan MK kali menjadi lebih baik untuk masa depan bangsa Indonesia. Karena bagaimanapun juga, pilpres yang begitu panjang rangkaianya ini dan menghabiskan dana 25 triliun pada dasarnya adalah mencari pemimpin bangsa yang terbaik untuk membawa Indonesia lebih maju lagi dan dihargai bangsa bangsa yang lain di dunia. Jadi regulasi yang diambil, tentu saja harus mengacu pada kepentingan masyarakat dan bangsa Indonesia bukan bangsa lain. Mengacu pada ekonomi kerakyatan bukan ekonomi ke rakyat bangsa lain.

Lantas bagaimana dengan posisi paslon yang lain yang tidak memerintah?. Kalau sudah diputuskan untuk rekonsiliasi pasif, maka semua pendukung paslon dan paslonya juga harus konsisten dan komit untuk membangun bangsa ini lebih baik dan maju. Apakah bisa ikut membangun tanpa aktif dalam kebijakan dan pelaksanaan??? Tentu saja sangat bisa. Dengan tidak menerima bagi bagi kekuasaan dan jabatan, justru akan mantab dalam ikut melakukan pembangunan bangsa. Ikut membangun, tentu saja tidak harus ikut dalam pelaksanaan secara tekhnis pembangunan. Sebagai analogi dalam sebuah project, ada kontraktor pelaksana yang bertugas melaksanakan pembangunan project secara tekhnis di lapangan. Tapi jangan lupa, ada juga kontraktor konsultan, yang bertugas sebagai konsultan pembangunan projet tersebut. Yang namanya konsultan tentu saja akan memberikan pertimbangan pertimbangan yang terbaik dalam sebuah konsep dan perencanaan pembangunan. Maka seperti inilah posisi oposisi di Indonesia. Apakah paslon 02 dan pendukungnya bisa dan punya potensi untuk “rekonsiliasi pasif?”. Tentu saja sangat bisa. Prabowo dan Sandi sangat tinggi nilainya di masyarakat dan bagi bangsa ini. Sehingga terlalu kecil jabatan jabatan yang akan dibagikan untuk mereka dan partai pendukungnya. Pendek kata, nilai prabowo Sandi  sangat tinggi, sehingga jabatan jabatan itu tentulah tidak sepadan atau setara dengan nilai mereka berdua dan pendukungnya. Selain itu, pendukung pendukung prabowo sandi juga sangat menginginkan mereka berdua tidak masuk dalam rekonsiliasi aktif/bagi jabatan. Para pendukung sangat ingin, mereka berdua berada di luar system pemerintahan Indonesia sehingga bisa mengontrol jika ada elite atau regulasi di system pemerintahan Indonesia yang melakukan penyelewengan atau pelanggaran. Tentu saja jika ini yang dipilih oleh paslon 02 dan pendukungnya, maka mereka dan pendukungnya akan menjadi oposan yang bermartabat dalam Sistem Pemerintahan Indonesia Pasca Keputusan MK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar